Kisah Anak Antang Makassar Agam Rinjani, Sosok Pemandu Berjuang Selamatkan Juliana

Pendaki Asal Brasil Meninggal di Gunung Rinjani

INDEPENDENews.com, LOMBOK- Di balik tragedi yang menimpa Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang jatuh ke jurang di Gunung Rinjani, muncul sosok pahlawan tanpa tanda jasa: Agam Rinjani, pemandu lokal yang pertama kali menyadari hilangnya Juliana dan memulai pencarian di medan ekstrem.

Agam, yang dikenal sebagai porter senior dan guide berpengalaman di jalur Sembalun, telah mendampingi ratusan pendaki selama lebih dari satu dekade.

Namun, misi mendampingi rombongan yang beranggotakan enam turis asing pada 21 Juni 2025 menjadi salah satu pengalaman paling menguras fisik dan batin.

Menurut pengakuan Agam, pada Sabtu pagi (21/6), Juliana sempat tertinggal dari rombongan karena merasa lelah dan memutuskan beristirahat sejenak di area Cemara Tunggal.

Agam kemudian memantau dari kejauhan sambil memandu anggota lain menuju puncak.

Namun, saat turun dari puncak sekitar pukul 10.30 WITA, Agam menyadari Juliana sudah tidak berada di titik istirahat semula.

Ia panik dan segera melakukan pencarian menyisir sekitar lokasi.

Setelah dua jam, ia mencurigai bahwa Juliana mungkin jatuh ke jurang curam di sisi kiri jalur.

“Saya langsung merasa tidak enak. Biasanya dia terlihat walau agak lambat jalannya. Tapi ini hilang total. Saya merinding pas lihat sisi jurang itu,” kata Agam saat diwawancarai usai evakuasi.

Aksi Cepat dan Komunikasi dengan Basarnas

Agam segera turun ke pos Pelawangan untuk melapor ke petugas taman nasional dan meminta bantuan Basarnas.

Ia bahkan ikut dalam pencarian awal menggunakan drone bersama tim rescue.

Posisi Juliana berhasil ditemukan dalam rekaman drone—masih dalam kondisi hidup, tergolek di bebatuan di kedalaman sekitar 300 meter.

Namun, keterbatasan peralatan dan cuaca buruk membuat evakuasi tak dapat segera dilakukan.

“Saya tahu dia masih hidup, makanya saya tidak bisa tidur. Saya bolak-balik naik turun Pelawangan, bantu logistik tim SAR. Saya merasa bertanggung jawab,” ungkap Agam dengan mata berkaca.

Agam sempat mengajukan diri untuk ikut dalam tim penyelamatan vertikal, namun ditolak karena bukan bagian dari Basarnas dan alasan keamanan.

Ia tetap membantu dari luar dengan menyiapkan logistik, jalur tambang, dan koordinasi jalur turun.

Ketika jenazah Juliana akhirnya ditemukan empat hari kemudian, Agam mengaku terpukul.

“Saya sudah mencoba, tapi tetap merasa belum cukup. Saya hanya ingin keluarganya tahu bahwa dia tidak sendirian. Kami semua berjuang,” ujarnya lirih.

Meski bukan bagian dari institusi formal, kiprah Agam mendapat apresiasi dari sesama porter, tim SAR, dan pegiat pendakian.

Banyak warganet yang menyebut Agam sebagai “Penjaga Rinjani Sejati” di media sosial.

Keluarga Juliana di Brasil, melalui pernyataan resmi, juga menyampaikan rasa terima kasih atas upaya dan keberanian Agam, walau mereka tetap menuntut perbaikan prosedur tanggap darurat di gunung-gunung Indonesia.

Kasus Juliana menyisakan duka mendalam dan pelajaran besar.

Namun di balik tragedi itu, hadir sosok-sosok seperti Agam Rinjani — seorang pemandu lokal sederhana yang menunjukkan bahwa empati, keberanian, dan dedikasi dapat menjadi nyala harapan di tengah keterbatasan.(*)