INDEPENDENEWS.COM, MAKASSAR – Krisis iklim dan pesatnya urbanisasi menuntut pembangunan berkelanjutan yang terintegrasi.
Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH), Achmad Yusran, menegaskan keberlanjutan sejati bertumpu pada empat pilar utama: ekonomi, ekologi, politik, dan budaya.
“Ekonomi harus menempatkan keadilan setara dengan keuntungan. Ekologi menuntut kemajuan manusia berjalan seiring dengan kelestarian alam. Politik harus berlandaskan kepercayaan dan representasi warga, sementara budaya menempatkan kesejahteraan dan pembelajaran sebagai pusat kehidupan,” ujar Yusran, Rabu (19/8/2025).
Menurutnya, keempat pilar ini tidak bisa dipisahkan dan harus dikelola secara menyeluruh.
“Keberlanjutan bukan proyek sampingan, melainkan perubahan fundamental. Ia tidak bisa direduksi hanya menjadi isu tunggal seperti penurunan emisi karbon atau daur ulang plastik,” tegasnya.
Yusran kemudian menyinggung Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL).
Makassar menjadi salah satu kota prioritas nasional dengan timbulan sampah harian sekitar 1.000–1.200 ton.
“Perpres ini menawarkan solusi ganda: mengatasi sampah perkotaan sekaligus krisis energi. Namun, implementasinya masih terhambat persoalan teknis, investasi, hingga resistensi publik. Di balik klaim ramah lingkungan, teknologi insinerasi tetap berisiko menimbulkan emisi beracun dan biaya operasional tinggi,” jelasnya.
Ia menilai proyek PLTSa bisa menimbulkan konsekuensi berbeda pada tiap dimensi. Dari sisi ekonomi, proyek ini mengurangi beban TPA dan membuka peluang investasi.
Namun, secara ekologi, ada ancaman serius terhadap kualitas udara.
Dari sisi politik, proyek ini menguji transparansi dan partisipasi masyarakat.
Sedangkan secara budaya, ada risiko lahirnya mentalitas “buang sampah sebanyak-banyaknya” karena dianggap langsung bisa dibakar menjadi listrik.
“Makassar kini berada di persimpangan jalan: menjadikan Perpres PLTSa solusi instan atau momentum membangun sistem keberlanjutan sejati yang terintegrasi,” kata Yusran.
Ia menegaskan masa depan tidak datang dengan sendirinya, melainkan dibangun melalui pilihan hari ini.
“Pertanyaan pentingnya, apakah pemimpin, pebisnis, dan komunitas siap merangkul pendekatan sistemik ini? Atau masih terjebak dalam pandangan sempit soal tonase sampah dan kilowatt listrik? Karena semakin banyak titik yang kita hubungkan antara ekonomi, ekologi, politik, dan budaya, semakin dekat kita dengan perubahan nyata,” pungkasnya. (*)
- APJII Sulampua – HIMPERRA Sulsel Teken Kerjasama Pembangunan Rumah Berbasis Internet - 23 Agustus 2025
- Dosen UNM Qadriati Dg Bau vs Rektor Karta Jayadi - 23 Agustus 2025
- Rekam Jejak dan Visi Global, Alasan Budu Maju Rektor Unhas - 22 Agustus 2025